Saturday, January 28, 2012

Samudera Sedekah



Agar niat awal Anda ketika membuka halaman pertama bab ini terpuaskan, sebelum kita menyelam lebih dalam lagi, maka bukalah pintu keikhlasan hati Anda lebar-lebar. Persilahkanlah cahaya keimanan itu masuk ke relung-relung hati Anda yang paling gelap, yang mungkin saja selama ini disesaki tumpukan kebahilan, kekikiran dan kekuatiran akan kefakiran jika sebagian rezeki yang Anda nikmati diinfakkan di jalan Allah. Bukalah mata hati Anda, lihatlah betapa besar pahala yang telah Allah jamin sebagai balasan bagi sedekah yang Anda keluarkan.
Namun sebelumnya, ada baiknya Anda membaca hadits berikut ini untuk lebih memantapkan niat dan usaha Anda itu. Dengan harapan, pahala sedekah yang Anda keluarkan lebih maksimal dan berdaya guna.
Supaya kita lebih jelas lagi mengidentifikasi jenis “kelamin” sedekah, ada baiknya kita merenungi hadist berikut ini. Sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Musa ra. bahwa Nabi Saw bersabda, “Tiap Muslim wajib bersedekah.”
Mendengar yang demikian, ada sahabat yang bertanya, ”Jika dia tidak sanggup?”
Nabi menjawab, “Bekerjalah dengan tangannya untuk kebaikan dirinya, agar dia dapat bersedekah.”
Sahabat bertanya lagi, ”Jika dia tidak sanggup?”
Nabi menjawab, ”Bantulah orang yang sangat membutuhkan, maka ia telah bersedekah.”
Sahabat bertanya lagi, ”Jika dia tidak sanggup?”
Nabi menjawab, ”Menganjurkan kepada kebaikan, maka ia telah bersedekah.”
Sahabat bertanya lagi, ”Jika dia tidak sanggup?”
Nabi menjawab, ”Menahan diri dari kejahatan, maka itu sedekah untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari)
Menguraikan apa yang terdapat dalam hadits di atas, kita mulai membuka dari perkataan Rasulullah Saw yang mengakatan bersedekah itu wajib. Dari melihat hadits ini secara keseluruhan, tersirat makna bahwa yang dianjurkan adalah dengan uang dan harta. Tentunya hal ini sudah sangat jelas. Namun tentunya dalam pengecualian sebagaimana yang ditanyakan oleh para sahabat selanjutnya, “Jika dia tidak sanggup?”
Sesuai dengan sebuah hadits yang begitu masyur, ada seorang sahabat yang menanyakan kepada Rasulullah Saw sedekah yang paling tinggi nilainya di sisi Allah. Makna asalnya, setiap sedekah adalah bernilai tinggi di sisi Allah. Namun sahabat ini ingin mendapatkan nilai sedekah yang lebih tinggi lagi, atau yang tertinggi. Karena sudah menjadi kebiasaan sahabat Nabi Saw, ingin selalu mengerjakan amalan yang terbaik. Dengan harapan akan mendapatkan pahala yang lebih dari yang lainnya. Sudah menjadi hal yang biasa, bila para sahabat itu selalu berlomba-lomba dalam mengerjakan ibadah. Beberapa kisah sahabat yang begitu menganggumkan dalam semangatnya mengejar posisi yang paling tinggi di mata Allah dan Rasulullah akan kita bahas setelah bab ini. Karena itu, tidak heran bila ada sahabat yang bertanya sedekah yang seperti apa yang bernilai paling tinggi di hadapan Allah.
Rasulullah Saw menjawab, “Harta yang paling dicintainya, dan itulah satu-satunya yang dimilikinya. Tapi dia sedekahkan untuk kebaikan di jalan Allah. Maka, Allah akan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.”
Pada tingkatan pertama, sedekah yang paling besar nilainya adalah harta yang dicintai yang itu diusahakan dari tangannya sendiri dan itulah satu-satu yang dimilikinya yang sangat dibutuhkannya. Dalam kata lain, berasal dari rezeki yang paling halal dan dia juga tidak takut miskin kalau hartanya itu disedekahkan. Keikhlasannya dalam bersedekah dicatat sebagai amalan yang teramat besar bilangannya.
Tidak ada nilaianya harta yang disedekah itu jika berasal dari harta yang haram. Sangat tidak mungkin seseorang akan mendapatkan pahala dari sedekahnya, jika harta yang diperolehnya itu berasal dari merampok, mencuri, membohongi orang lain, korupsi, grafitasi, riba dan sebagainya. Mungkin dia hanya akan mendapatkan kebaikan dunia saja. Seperti, nama baik, dipuji sebagai orang derwaman dan sebutan lainnya. Sedangkan baginya tidak ada catatan amal kebaikan. Malah mungkin dia justru akan mempertanggungjawabkan harta yang didapatkannya itu dengan cara menzalami orang lain.
Sedekah yang utama adalah yang berasal dari harta yang diusahakan sendiri dan dengan cara yang halal. Jika demikian tuntutannya, maka setiap muslim diwajibkan untuk berikhtiar atau bekerja sungguh-sungguh untuk mendapatkan rezeki yang halal. Dengan usaha yang gigih demikian, tentunya dia akan mendapatkan keuntungan dan kelebihan secara ekonomi. Harta berupa uang yang didapatkannya itulah yang sunnah disedekahkan. Bilangan dari uang yang disedekahkannya itu tidak dibatasi, yang jelas sesuai dengan batas kesanggupannya. Kecuali dalam ketentuan zakat, yang sudah ada nash yang terang baik mengenai jenis harta yang dizakatkan maupun ukurannya serta haulnya (setelah satu tahun).
Akan menjadi lebih baik lagi, jika setiap muslim memiliki motivasi yang besar untuk berlomba-lomba dalam mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadist dari Abdullah bin Mas’ud yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak ada iri hati yang diperbolehkan, selain terhadap dua hal, yaitu terhadap seorang yang dianugerahi kelebihan harta, lalu dihabiskannya untuk jalan Allah. Dan, iri terhadap seorang yang telah dikarunikan Allah ilmu yang luas lalu mengajarkannya kepada manusia.
Anda mungkin pernah mendengar bagaimana semangat Umar bin Khattab dalam menyedekahkan hartanya. Dia ingin menandingi atau kapan perlu “mengalahkan” kedermawanan Abu Bakar. Dengan senyum bangga (bukan bermaksud riya’ apalagi menyombongkan diri), Umar mengatakan bahwa dia telah membagi dua harta yang dimilikinya. Setengah bagian ditahannya untuk keluarganya. Sedangkan setengah bagian yang lain dia sedekahkan untuk kepentingan kaum muslimin waktu itu.
Abu Bakar tersenyum lalu memuji kedermawanan Umar bin Khattab. Setelah terus didesak Umar untuk menyebutkan jumlah harta yang dia sedekahkan, akhirnya Abu Bakar buka mulut lalu mengatakan yang sebenarnya. Alangkah terkejutnya Umar bin Khattab mendengar pengakuan Abu Bakar, dia pun terdiam. Abu Bakar menyedekahkan seluruh hartanya untuk kaum muslimin tanpa meninggalkan satu dirham pun untuk keluarganya. Umar pun mengakui bahwa tidak ada seorang pun yang mampu menandingi kedermawanan Abu Bakar.
Dengan cepat cerita ini menyebar di kalangan sahabat. Semuanya menyanjung kedermawanan Abu Bakar. Sampailah cerita ini kepada Nabi Saw. Bergegas beliau menjumpai Abu Bakar dan ingin menanyakan perkara ini. Rasulullah Saw lalu bertanya kepada Abu Bakar, “Benarkah engkau wahai sahabatku telah mengeluarkan seluruh hartamu di jalan Allah?”
“Benar, ya Rasulullah.” Jawab Abu Bakar datar.
“Lalu, apa yang kamu punya?” tanya Rasulullah Saw.
Abu Bakar tidak langsung menjawab. Dia tertunduk. Rasulullah Saw mengulangi pertanyaan yang sama, “Lalu, apa yang kamu punya?”
Sampai kali yang ketiga Rasulullah bertanya, Abu Bakar berani menjawab. “Sekarang yang aku punya hanya Allah dan engkau wahai Rasulullah.”
Nabi saw memeluk Abu Bakar erat-erat sambil mencucurkan air mata. “Engkau kelak akan bersamaku di surga.”
Subhanallah, semoga Allah senantiasa memberkahi Abu Bakar dan keluarganya, begitu juga dengan Umar dan para sahabat yang mulia lainnya. Tidak berlebihan bila Rasulullah memuji para sahabatnya itu sebagai generasi terbaik umat ini yang pernah ada di muka bumi.
Benar adanya. Kita mungkin tidak pernah sanggup menyamai derajat amalan mereka. Namun bukan berarti kita tidak bisa meneladani semangat mereka dalam melakukan kebajikan. Mereka adalah contoh yang baik dalam perkara ini. Tidak ada keraguan lagi dari semua keteladan mereka. Karena mereka adalah kopian yang lengkap dari keteladan Rasulullah Saw.
Masih dalam hadits di atas, sedekah itu juga dapat berupa bantuan yang diberikan kepada orang yang sangat membutuhkannya. Dengan istilah lain, melapangan kesukaran yang menghimpit kehidupannya. Ini adalah bentuk kesetiakawanan sosial yang disiarkan Islam. Jauh sebelum menteri sosial era Soeharto mengkampanyekan gerakan kesetiakawanan sosial, Islam sudah meletakkan dasar yang kuat. Ini adalah cara terbaik untuk dapat membantu saudara kita yang sedang diuji oleh Allah dengan kekurangan harta.
Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-Baqarah ayat (280), ”Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia memiliki kelapangan. Dan, jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Ada sebuah kisah yang banyak diceritakan orang tentang seorang saudagar kaya yang suka memberikan pinjaman kepada orang-orang yang meminjam kepadanya. Namun saudagar ini tidak pernah menagih piutangnya kepada orang-orang miskin yang tidak pernah sanggup membayar. Dia mengikhlaskannya. Pada suatu malam, dia bermimpi dua malaikat berwajah sangar dan bersuara menggelegar menyeret kakiny, dan hendak mencampakkan tubuh lelaki itu ke dalam api neraka. Namun sebelum sampai ke tepi jurang neraka, terdengar suara yang menahan kedua langkah malaikat penjaga neraka itu.
“Lepaskan dia! Sesungguhnya Allah telah mengampuni semua kesalahannya.”
Lelaki itu pun bertanya kepada malaikat yang tampan rupanya itu. Apa amalan yang telah dilakukannya sehingga Allah tidak jadi memasukkannya ke dalam neraka.
Malaikat itu menjawab, “Karena engkau telah membebaskan utang orang yang berutang kepadamu. Maka Allah sekarang membebaskanmu dari neraka.”
Setiap perkataan yang berisi nasihat untuk kebaikan sama nilainya dengan sedekah. Inilah dakwah melalui lisan. Tapi juga bisa mencakup yang berbentuk tulisan, selama tetap mengajak manusia kepada kebaikan dan kebenaran dinul Islam, maka juga terhitung sedekah. Dalam istilah populernya,amar makruh nahi mungkar. Tapi yang lebih pas adalah saling menasihati untuk kebaikan dan kesabaran (Al-Qur’an surat Al-Asr, ayat (3)). Karena itulah, Rasulullah Saw memerintahkan kepada sahabat untuk menyambaikan kebenaran atau berdakwah sesuai dengan batas kesanggupannya.Bimbinganmu kepada seseorang di bumi kesesatan adalah sedekah bagimu (HR. Bukhari).
Batasan kesanggupan masing-masing kita tentunya berbeda. Sebagai seorang masyarakat biasa, yang tidak memenang kekuasaan atau tidak juga dibilang ulama, maka cukuplah bagi kita untuk mengajak saudara kita shalat berjamaah ke masjid, mengingatkan tetangga yang membuang sampah sembarangan, atau memberikan usulan bagaimana caranya bisa menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penerapan nilai-nilai Islam, tentunya dalam skup terkecil seperti RT/RW atau kantor tempat kita bekerja. Dan itupun sesuai dengan kemampuan kita. Cukuplah hadits ini sebagai penuh hati kita untuk senantiasa menebarkan dakwah kapan pun dan di mana pun, sekali lagi sesuai dengan batas kesanggupan kita. Menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran adalah sedekah (HR. Bukhari).
Namun bagi seorang kepala keluarga, menjadi kewajibannya untuk menasihati istri dan anak-anaknya atau orang-orang yang berada dalam tanggungnnya agar senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Kalau tidak, maka dia akan mendapatkan dosa karena kelalaiannya. Bukankah kita sudah sama-sama tahu bahwa setiap pemimpin itu akan dimintai pertanggungjawabannya? Seorang kepala keluarga adalah pemimpin, dan tidak ada istilahnya “Saya menolaknya dengan hati saja, karena anak saya susah dinasehatin.” Tidakkah Anda pernah mendengar peringatan Allah, Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6)
Cukuplah ayat ini sebagai alarm bagi setiap kita, apalagi yang telah diamanahi sebagai ayah atau ibu, untuk menjaga keluarganya dari api neraka. Walaupun mendapat tantangan yang besar dari orang-orang yang kita cinta, tapi anggaplah semua itu sebagai sedekah terbaik yang kita berikan kepada mereka. Sesungguhnya Allah akan melihat upaya maksimal kita itu, dan akan membalasinya dengan yang lebih baik. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan yang benar, mengenai apakah mereka akan menerimanya atau tidak, kita kembalikan kepada Allah. Karena Allah-lah pemilik dan pemberi hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Jangankan kita yang tidak bergelar ustadz, apalagi dari keturunan orang-orang shaleh, istri dan anak nabi pun ada yang juga yang membangkang. Kita telah membaca dan mengetahui bagaimana kisah anak dan istri Nabi Nuh as yang ditenggelamkan banjir besar karena tidak mau mengikuti seruan kepada jalan yang lurus. Begitu juga dengan istri Nabi Luth as, yang masuk dalam golongan orang-orang yang mendapat azab yang keras karena telah mengkhianati suaminya sendiri. Adapun paman Rasulullah Saw, Abu Muthalib yang tetap dalam kekafirannya sampai hayat menjemput badan. Walau sebesar apapun cinta dan sayangnya Nabi Saw kepada pamannya, yang sangat berjasa dalam menyebarkan dakwah Islam pada awal-awal wahyu turun itu, tapi di tangan Allah-lah kuasa kepada siapa anugerah hidayah itu disematkan.
Wahai saudaraku seiman, bersedekahlah sebanyak-banyaknya dengan mengajari keluarga kita jalan lurus yang di ridhai Allah ini. Tentunya kita sangat merindukan keutuhan keluarga yang kita cintai di dunia ini yang kelak di surga dapat berkumpul kembali. Maka berdirilah sebagai salah satu pemberi tuntutan untuk jalan kebaikan. Amalan ini sangat sedap dan gurih walau awal-awalnya terasa pahit. Sama seperti menegak jamu, memang pahit dan getir terasa di langit-langit lidah. Namun setelah itu, badan terasa sehat dan segar.
Pada tingkatan berikutnya, seseorang yang menahan diri dari perbuatan yang buruk yang dapat menjerumuskan dirinya kepada kemaksiatan sama dengan bernilai sedekah. Teramat sulit bagi kita untuk dapat menahan diri dari bisikan setan yang mengkipas-ngipasi syahwat kita untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dorongan syahwat itu ada kecenderungan, melakukan maksiat dan menyukai yang syubhat. Pada keduanya terdapat kemudaratan, yang akan mengiring kita ke tepi jurang kebinasaan. Maka, bagi siapa saja yang mampu mengendalikan gejolak syahwatnya dan menyalurkannya untuk perkara yang dibolehkan, baginya pahala yang nilainya sebanding dengan sedekah.
Sudah teranglah bagi kita, setelah membaca uraian panjang mengenai hadist yang disbutkan pada bagian awal sub-bab ini. Lebih gamblang lagi, Rasulullah Saw mengidentifikasi setiap amal shaleh yang dilakukan seorang muslim adalah bernilai sedekah. Prihal ini sangat jelas termaktub dalam hadits, Rasulullah Saw bersabda, “Setiap perbuatan baik adalah sedekah“. (HR. Baihaki)
Bagi mereka yang sudah beristri, sedekahi istri Anda dengan cinta terhangat yang Anda punyai. Ini bukan perkataan saya belaka. Tapi Rasulullah saw yang mengatakan bahwa mendatangi istri adalah sedekah. Bukankah nafkah batin tidak kalah pentingnya dengan nafkah lahir? Saya yakin seyakin-yakinnya para istri akan menyetujinya. Untuk para suami, bacalah baik-baik hadits berikut ini. Dan setelah itu buktikanlah kebenarannya. Sekali lagi saya ulangi, inilah sedekah yang sepenuh cinta.
Rasulullah saw bersabda, “Melakukan hubungan intim (dengan isteri) salah seorang di antara kamu adalah sedekah”.
Para sahabat bertanya heran, “Ya Rasulullah, apakah kalau kami menyalurkan nafsu syahwat sama dengan sedekah?”.
Rasulullah menjawab: “Bagaimana pendapat kalian, seandainya seseorang menyalurkan syahwatnya pada hal yang haram? Bukankah dia akan mendapatkan dosa zina? Begitu juga jika dia menyalurkan hasrat birahinya pada tempat yang halal, maka dia akan mendapatkan pahala.” (HR Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
Masih banyak lagi yang dapat kita sedekahkan, dan Islam tidak membatasinya hanya dalam bentuk uang. Ketika kamu bertemu dengan sahabat, teman, kenalan maka tersenyumlah. Sapalah ayah, ibu, adik dan kakak yang sedang menunggumu di meja makan dengan senyuman terindah. Begitu juga dengan orang-orang yang Anda kenal, hadiahi mereka dengan senyuman yang penuh ketulusan. Karena senyuman yang demikian, akan menebarkan kehangatan cinta, penerimaan yang tulus, dan keceriaan hati. Namun yang terpenting bagi kita, setiap senyum yang kita berikan itu bernilai sedekah. Teramat indah dan mudah, bukan? Senyummu di muka saudaramu adalah sedekah bagimu. (HR. Bukhari)
Begitu gampangnya sedekah. Buanglah duri, batu, kayu, beling atau apa saja yang mengganggu di jalan. Maka, apa yang lakukan itu sama dengan sedekah. Kamu menyingkirkan batu, duri dan tulang dari tengah jalan itu adalah sedekah bagimu (HR. Bukhari). Dan, ini tidak butuh uang satu rupiah pun.
Belakangan ini sedang merekahnya isu global warming (pemanasan global) yang ditenggarai makin rusaknya alam. Orang pun ramai memperbincangkannya. Bahkan badan tertinggi dunia (PBB), memasukan global warming sebagai ancaman peradaban manusia. Solusi pun dirumuskan ratusan negara dan dunia pun bersepakat untuk mengurangi emisi rumah kaca, yang merupakan faktor kunci pemicu pemanasan global. Para pakar mengatakan bahwa cara paling ampu untuk mengatasinya, paling tidak mengurangi gas buangan di atmosfir adalah dengan menanam pohon. Pemerintah kita mengamaninya dan jutaan pohon ditanam di lahan-lahan kosong dan tandus.
Anda berbanggalah sebagai seorang muslim, karena Allah telah memberikan reward terbaik bagi siapa saja yang berusaha menyelamatkan bumi ini dari kehancuran. Tanamlah pohon di lingkungan Anda. Niatkan itu sebagai sedekah yang nantinya akan mengalirkan pahala kepada Anda. Tidaklah seorang muslim menanam satu pohon, lalu burung, manusia atau binatang memakan buahnya, melainkan baginya pahala sedekah. (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
Begitu luasnya sedekah, seluas lautan amal shaleh. Maka bersedekahlah. Maka bersedekalah, agar kita tidak merugi.

No comments:

Post a Comment